Pemerkosaan Massal Korban Ngentot Rame rame
Cerita Sex ini berjudul ”Pemerkosaan Massal Korban Ngentot Rame rame” Cerita Dewasa,Cerita Hot,Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks,Kisah Mesum,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 2019.
Duniasex99 – Dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-21, Celsi mengajak teman-temannya berlibur di sebuah resort pinggir pantai di daerah Sulawesi selama sepekan. Hari ini, Celsi dan teman-temannya memutuskan untuk pergi berselancar. Karena semua temannya adalah wanita, dan pantai tersebut sangat sepi dan terpencil, maka Celsi tidak risih dengan hanya menggunakan pakaian renang yang cukup seksi.
Hati hati Cel, ombak hari ini lumayan gede loh, kata salah seorang teman Celsi untuk memperingatkannya.
Ah tenang aja, udah biasa kok, ujar Celsi santai, tanpa tahu apa yang akan menimpa dirinya di hari itu.
Ternyata benar kata teman Celsi, ombak hari itu lebih keras dari biasanya. Teman-teman Celsi memilih untuk tidak berenang terlalu jauh ke tengah laut, namun Celsi yang pemberani memilih untuk terus berenang ke tengah untuk mencari ombak yang lebih menantang. Alhasil, tubuh Celsi dihempas oleh sebuah ombak besar dan menghantam sebuah karang hingga ia pingsan. Tubuhnya yang tidak sadar itu terombang-ambing oleh ombak, hingga terbawa ke sebuah daerah yang agak jauh dari resort tempat ia menginap.
Saat sadar dari pingsannya, Celsi menemukan dirinya tergeletak di pinggir sebuah pantai. Tidak ada siapa-siapa di pantai itu, kecuali dirinya yang masih mengenakan pakaian renang, dengan kepala yang agak terluka akibat benturan tadi. Dengan upaya untuk mencari pertolongan, Celsi berjalan masuk ke daratan yang dipenuhi pohon-pohon.
Setelah berjalan kira-kira setengah jam, Celsi akhirnya tiba di sebuah desa. Desa itu sangat terpencil, hampir tidak ada akses jalan keluar-masuk dari sana. Tiba-tiba seorang pria menunjuk Celsi dan berteriak.
Heh siapa kamu? Dari mana kamu datang? ujar pria itu dengan nada keras.
Emm.. saya tersesat sampai ke sini, bisa tolong bantu saya mencari jalan pulang? ucap Celsi dengan terbata-bata karena ketakutan melihat sosok dan mendengar suara pria itu.
Tanpa mengindahkan permintaan Celsi, pria itu bersikeras untuk membawa Celsi ke pemimpin desa tersebut. Pemimpin desa tersebut adalah seorang pemuka adat, ia yang berhak memutuskan hampir segala hal dalam desa itu. Ternyata di komunitas itu berlaku peraturan bahwa wanita yang berpakaian tidak sopan harus dihukum cambuk sampai mati. Setelah mendengar sang pemuka adat membacakan aturan itu, Celsi langsung merinding ketakutan, mengingat ia masih mengenakan hanya pakaian renang. Celsi semakin ketakutan ketika melihat mata para pria yang berkumpul di tempat itu, yang menatap tubuh Celsi yang seksi dengan tatapan liar.
Pemuka adat desa itu mengumpulkan semua pria dewasa di desa itu, yang jumlahnya kurang lebih 50 orang. Beberapa pria menyeret Celsi ke tengah sebuah lapangan kosong, lalu mengikat tangan Celsi ke belakang kepalanya. Dengan posisi tangan terikat ke belakang kepala, terlihat ketiak Celsi yang putih, mulus, dan terawat, serta payudaranya yang menjadi agak tertarik ke atas. Sungguh merupakan pemandangan yang menggiurkan semua pria di tempat itu. Di tempat terpencil seperti itu, jarang sekali mereka melihat gadis secantik Celsi.
Dengan kasar, mereka melucuti bagian atas pakaian renang Celsi, lalu memeloroti bagian bawahnya. Terlihatlah payudara Celsi yang bulat dan padat, dengan puting susu yang mengacung karena berjam-jam terendam air, dihiasi aerola yang berwarna pink. Perutnya sangat rata, menambah kesempurnaan lekuk tubuhnya. Vaginanya yang ditutupi oleh bulu-bulu halus juga terpampang di hadapan kelimapuluh pria yang semuanya memandangi tubuh Celsi dengan decak kagum. Rambutnya yang hitam panjang dengan ujung yang agak bergelombang, masih basah karena terendam air, menambah nafsu para pria itu.
Sang pemuka adat memutuskan bahwa kelimapuluh pria itu berhak mendapatkan giliran untuk mencambuki tubuh Celsi yang kini telanjang bulat itu. Celsi yang tidak bisa berbuat apa-apa karena dikelilingi puluhan orang itu hanya menutup matanya, pasrah akan apa yang akan terjadi pada dirinya, dengan harapan ini hanyalah mimpi dalam tidurnya. Harapan itu buyar ketika cambukan pertama mendarat di pantat Celsi, meninggakan bekas garis merah di bongkahan pantat yang terlihat kenyal itu. Celsi tidak bisa bernapas selama sekian detik, lalu berteriak sekeras-kerasnya akibat rasa sakit dan panas yang luar biasa pada pantatnya. Belum sempat pulih dari rasa sakit itu, cambuk itu telah dioper ke pria kedua, yang mengarahkan cambuk itu ke punggung Celsi. Cambukan itu lebih keras dari yang pertama, sehingga Celsi jatuh tersungkur ke tanah.
Sang pemuka adat menendang tubuh Celsi dan memaksanya untuk bangkit berdiri. Dengan keadaan tangan yang terikat ke belakang, sangat sulit bagi Celsi untuk bangkit berdiri, sehingga perlu dibantu oleh sang pemuka adat, walaupun dengan sangat kasar. Sesegera Celsi kembali bangkit berdiri, cambukan ketiga mendarat di dekat puting susunya, disusul dengan cambukan keempat di perutnya. Setelah cambukan kedelapan, Celsi kembali jatuh karena begitu kerasnya cambukan-cambukan itu. Merasa bahwa Celsi akan terus terjatuh dan kesulitan untuk bangkit berdiri, sang pemuka adat memaksa Celsi untuk berlutut, dengan posisi pantat yang terangkat dari tanah.
Cambukan demi cambukan mendarat di tubuh Celsi yang tadinya putih mulus itu, berselang-seling dengan jeritan memilukan yang keluar dari mulutnya. Berkali-kali Celsi terjatuh dan dipaksa untuk kembali berlutut untuk menerima kesakitan yang lebih dalam lagi.
Kelimapuluh pria di desa itu sudah mendapatkan giliran mencambuki tubuh Celsi, bahkan beberapa di antara mereka sudah mendapatkan kesempatan lebih dari sekali. Celsi kini hanya tergeletak tak berdaya di tanah, tidak sanggup untuk bangkit berlutut lagi. Sekujur tubuhnya dipenuhi garis-garis merah bekas cambukan yang kejam itu. Akhirnya sang pemuka adat menghentikan penyiksaan terhadap Celsi dan beranjak mendekati tubuh Celsi. Kemudian ia menyeret Celsi untuk bangkit berdiri, walaupun masih dalam keadaan sempoyongan. Celsi masih terus merintih akibat rasa perih di sekujur tubuhnya, terutama di pantat, payudara, dan sekitar kemaluannya, yang menjadi bagian tubuhnya yang paling sering menjadi sasaran cambukan.
Setelah berdiskusi dengan pria-pria lainnya, sang pemuka adat memutuskan untuk menahan Celsi di desa itu untuk sementara waktu. Mereka kemudian menggiring Celsi untuk menuju ke pinggiran desa tersebut. Untuk menambah penderitaannya, mereka mengikatkan sebuah pemberat ke pergelangan kaki Celsi, sehingga ia sulit untuk melangkah. Di lehernya, dikalungkan sebuah papan kardus yang bertuliskan Pelacur Murahan Siksa Saya Sepuasnya, membuat Celsi semakin merasa terhina. Selama perjalanan, mereka tidak henti-hentinya mencambuki punggung dan pantat Celsi dari belakang, sambil memaksanya untuk berjalan lebih cepat. Hampir seluruh warga desa itu keluar dari rumahnya masing-masing untuk menyaksikan arak-arakan penyiksaan itu, mulai dari anak kecil sampai orang tua. Beberapa dari mereka bahkan melempari tubuh Celsi dengan telur busuk atau bebatuan, menambah luka-luka di tubuh malang itu.
Setelah perjalanan yang cukup panjang dikarenakan Celsi yang berkali-kali terjatuh karena beban di kakinya dan cambukan dari belakang akhirnya mereka tiba di pinggiran desa. Mereka melepaskan ikatan di tangan dan kaki Celsi, lalu mengikatkan tubuh telanjang itu di sebuah tiang lampu. Kedua tangannya dinaikan ke atas, lalu pergelangan tanggannya diikat ke belakang tiang lampu itu. Demikian juga dengan kedua kakinya, diikatkan dengan tali tambang ke tiang lampu tersebut. Kaki Celsi terangkat beberapa jengkal dari tanah, sehingga seluruh beban tubuhnya bergantung pada tangannya yang diikat keras-keras. Dengan posisi yang agak tinggi, kini semua orang yang berkumpul di sana dapat melihat tubuh Celsi yang terlihat semakin menggairahkan karena keringatnya dan luka-luka di sekujur tubuhnya. Mereka pun meninggalkan tempat itu, dan membiarkan Celsi yang telanjang bulat tergantung di tiang lampu itu.
Hujan lebat turun mengguyur desa itu, juga membasahi tubuh Celsi yang tidak tertutup sehelai kain pun. Keadaan itu membuat Celsi menggigil kedinginan, menambah penderitaannya yang masih berusaha menahan rasa sakit akibat siksaan-siksaan sebelumnya.
Hari sudah malam, dan hujan pun telah reda. Para penduduk berlalu-lalang melewati jalan tempat di mana Celsi tergantung di tiang lampu. Beberapa wanita memandang Celsi dengan ekspresi jijik, berbeda dengan setiap lelaki yang berhenti sejenak ketika melewati tiang itu, untuk memandangi keindahan tubuh Celsi. Namun mereka tidak berani menyentuh tubuh Celsi, karena takut dikenai hukuman bila ada yang melihat kejadian itu.
Beberapa anak lelaki kecil melewati tiang itu dan berhenti karena melihat sesuatu yang tidak biasa mereka lihat. Mereka menertawakan Celsi serta mengata-ngatainya pelacur murahan, seperti papan yang masih tergantung di leher Celsi. Celsi yang merasa kesal karena diolok-olok anak kecil itu menyuruh mereka untuk diam. Bukannya menuruti permintaan Celsi, anak-anak itu membisikan sesuatu ke telinga temannya. Lalu, bersama-sama mereka memeloroti celana masing-masing dan mengencingi paha dan kaki Celsi. Beberapa bahkan menggesek-gesekan penisnya ke paha Celsi untuk memeperkan air kencingnya. Celsi semakin merasa terhina karena diolok-olok dan dikencingi oleh anak-anak itu.
Seorang pedagang buah melewati jalan itu dan berhenti sejenak untuk melihat fenomena desa itu. Tubuh Celsi yang masih basah karena diguyur hujan nampak mengkilap saat terkena cahaya lampu jalan di atasnya. Pemandangan itu semakin menggairahkan si pedagang buah, yang menatapi tubuh Celsi dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Melihat daerah kemaluan Celsi yang ditumbuhi bulu-bulu halus, si pedagang buah itu mendapatkan sebuah ide. Ia mengambil pisau buah yang selalu ia bawa saat berjualan. Lalu dengan kasar, si pedagang buah mencukur rambut kemaluan Celsi hingga botak. Pisau itu beberapa kali mengenai daging Celsi , sehingga ia merintih kesakitan dan meminta si pedagang buah untuk berhenti. Setelah rambut kemaluannya dicukur habis, vagina Celsi yang masih berupa garis tipis kini terlihat jelas. Si pedagang buah itu hendak menyentuh selangkangan Celsi ketika Celsi berteriak keras-keras. Takut perbuatannya itu diketahui penduduk yang lain, si pedagan buah itu cepat-cepat melarikan dirinya.
Mendengar jeritan Celsi, seorang pria menghampiri tiang itu, namun ia tidak menemukan siapa-siapa di situ, kecuali Celsi yang berusaha minta tolong. Untuk menghentikan rintihan minta tolong itu, pria tersebut mengambil kain dari kantongnya, lalu menyumpal mulut Celsi hingga tidak bisa bersuara. Pria itu cukup terkejut ketika melihat daerah kemaluan Celsi yang sudah botak, lalu muncullah sebuah ide jahat dalam kepalanya. Ia mengambil sebatang rokok dari kantongnya, lalu menyalakan rokok tersebut. Setelah menghisapnya beberapa kali, ujung rokok yang menyala itu disundutkan ke vagina Celsi. Jeritan Celsi tertahan oleh kain yang menyumpal mulutnya, namun tubuhnya berguncang hebat karena rasa sakit di vaginanya itu. Berulang kali pria itu menyundutkan rokok panas tersebut ke vagina Celsi, semakin lama semakin ke dalam. Tidak hanya vagina Celsi, rokok itu juga menyentuh pusar dan kedua puting susu Celsi, meninggalkan bekas hitam. Setelah puas menyiksa tubuh Celsi dengan rokok, pria itu meninggalkan Celsi yang terus merintih kesakitan.
Seorang pemuda yang iseng membawa sebotol sirup, lalu melumuri payudara dan daerah sekitar selangkangan Celsi dengan sirup tersebut. Lalu dengan spidol permanen, ia menulis di perut Celsi Silakan nikmati sirup di tubuh saya, gratis! Selain tulisan itu, ia juga mencoret-coret tubuh Celsi dengan kata-kata kasar dan gambar-gambar jorok, layaknya mencoreti tembok.
Tiga orang pemuda melihat tulisan yang tertera di perut Celsi. Setelah melihat ke sekitar mereka untuk memastikan tidak ada yang melihat, mereka pun langsung menyerbu tubuh Celsi dengan lidah mereka. Yang seorang menjilati payudara Celsi yang sebelah kanan, temannya mendapat bagian payudara yang sebelah kiri, sementara teman satunya lagi menjilati vagina Celsi. Celsi merasakan sensasi aneh ketika bagian-bagian sensitif tubuhnya dijilati oleh tiga orang pria. Sambil menjilati tubuh Celsi, ketiga pria itu juga meremas-remas payudara Celsi dengan kasar, meninggalkan bekas merah di payudara Celsi. Mereka juga menggunakan jari mereka untuk menusuk-nusuk liang kemaluan Celsi yang sudah terluka karena disundut rokok tadi. Bahkan seorang dari mereka memasukkan tiga jarinya sekaligus ke dalam vagina Celsi yang masih sangat sempit itu.
Sekelompok kuli bangunan melihat papan yang masih tergantung di leher Celsi yang mengizinkan siapapun untuk menyiksa dirinya. Mereka berdiskusi sejenak, lalu mereka mengeluarkan beberapa buah paku dan sebuah pemantik. Celsi menatap dengan ngeri ketika salah seorang kuli memanaskan ujung paku dengan api dari pemantik. Paku panas itu lalu ditancapkan dalam-dalam ke dalam vagina Celsi. Rasa sakit pada vagina Celsi kian menjadi-jadi, membuatnya tidak bisa bertahan tanpa mengguncang-guncangkan tubuhnya. Kelima kuli bangunan tersebut masing-masing menancapkan sebuah paku panas ke dalam vagina Celsi. Ketika kelima paku itu telah ditancapkan, terlihat darah mulai mengalir keluar dari vagina Celsi yang masih perawan itu.
Seorang pria paruh baya berhenti untuk menikmati hiburan gratis yang menjadi buah bibir pada malam itu. Pria itu menciumi dan menjilati ketiak Celsi yang terbuka lebar karena kedua tangannya terikat ke atas. Keringat dan aroma ketiak Celsi sangat menggairahkan bagi pria itu. Tangannya menggerayangi sekujur tubuh Celsi, berakhir di payudaranya yang montok itu. Ia meremas-remas payudara itu keras-keras, lebih keras dari pria-pria sebelumnya. Celsi yang merasa kesakitan menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha meminta pria itu untuk berhenti. Namun mulutnya yang tersumpal kain itu tidak bisa mengutarakan maksudnya.
Kenapa sayang? Gak suka Cuma digrepe doang? Mau yang lebih enak? ujar pria itu.
Pria itu berhenti meremas payudara Celsi, lalu mulai menampari kedua belah payudara Celsi. Bulatan daging itu berguncang ke kanan dan ke kiri setiap kali ditampar oleh pria itu. Celsi kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dan menangis karena tidak tahan akan rasa sakit dan panas di kedua payudaranya itu, ditambah paku panas yang masih menancap di vaginanya. Melihat itu, pria bejat itu berhenti menampari payudara Celsi. Namun ia masih belum puas. Dipilin-pilinnya kedua puting susu Celsi secara bergantian, hingga perlahan tapi pasti kedua puting susu Celsi mengacung keras. Pria itu lalu melepas kedua anting yang ia kenakan di telinganya, lalu menancapkan anting itu ke kedua puting susu Celsi. Terdengar suara jeritan yang tertahan dari mulut Celsi, bersamaan dengan menetesnya darah dari kedua puting susunya.
Jalanan sudah sangat sepi ketika tiba-tiba sang pemuka adat datang bersama kira-kira 30 orang pria lainnya. Mereka melepaskan ikatan pada tangan dan kaki Celsi, lalu menyeretnya ke sebuah lapangan di dekat tempat itu. Sesampainya di sana, mereka mencabut anting yang tertancap pada kedua puting susu Celsi dengan keras, sehingga Celsi merasakan puting susunya hampir sobek. Paku-paku yang tertancap di vagina Celsi juga dilepaskan, sehingga darah mengucur dari dalam liang kemaluannya. Sumpalan kain di mulut Celsi digantikan dengan lakban yang mereka bawa.
Bapak-bapak sekalian, silakan nikmati pelacur gratis ini, antri sesuai dengan nomor yang telah ditentukan tadi, ujar sang pemuka adat, memecah keheningan malam.
Ternyata ketigapuluh pria itu sudah mendapatkan nomor antrian untuk menikmati tubuh Celsi malam itu. Celsi kembali menangis ketakutan membayangkan tubuhnya akan diperkosa oleh 30 pria dalam waktu semalaman.
Sang pemuka adat mendapatkan giliran pertama untuk memperkosa Celsi. Ia segera melepaskan pakaiannya, lalu berlutut di depan tubuh Celsi yang dipegangi oleh dua pria lainnya.
Awas kamu kalau melawan, kami tidak segan-segan untuk menyiksa kamu lebih parah dari semua yang tadi kamu alami! ancam sang pemuka adat. Celsi hanya meneteskan air mata tanpa mampu menjawab.
Jawab! bentak sang pemuka adat sambil menampar pipi Celsi yang bersimbah air mata. Celsi cepat-cepat menganggukkan kepalanya dengan terpaksa. Kemudian sang pemuka adat mulai merentangkan kedua kaki Celsi, lalu memposisikan penisnya tepat di depan vagina Celsi. Tanpa basa-basi, ia langsung menghujamkan penisnya ke dalam vagina Celsi yang belum pernah disetubuhi itu. Jeritan Celsi tertahan oleh plester di mulutnya, namun dapat dipastikan ia merasakan sakit yang luar biasa. Sang pemuka adat memompa vagina Celsi dengan brutal, sambil meremas-remas kedua payudaranya. Beberapa menit kemudian, ia melepaskan penisnya dari vagina Celsi, lalu ia menduduki perut Celsi yang rata. Ia lalu memposisikan penisnya di antara kedua belah payudara Celsi, kemudian tangannya menggesek-gesekkan payudara Celsi ke penisnya. Tidak lama kemudian, penisnya memuncratkan sperma ke wajah Celsi. Sisa sperma pada penisnya kemudian dipeperkan ke payudara Celsi.
Pria kedua yang mendapatkan giliran untuk memperkosa Celsi memposisikan tubuh Celsi dalam posisi menungging. Pantatnya yang montok menjulang ke atas, ditopang oleh pahanya yang putih mulus. Pria itu lalu menancapkan penisnya ke dalam vagina Celsi, lalu memaju-mundurkan badannya, dengan kedua tangannya bertumpu pada pinggul Celsi. Sambil menyetubuhi Celsi dari belakang, pria itu juga meremas-remas pantat Celsi. Bahkan kadang-kadang ia menampar pantat Celsi keras-keras, menimbulkan bunyi plak yang menggairahkan pria-pria lain yang menontonnya sambil mengocok penis mereka masing-masing. Setelah beberapa menit, pria tersebut berejakulasi di dalam vagina Celsi.
Pria yang mendapatkan giliran ketiga dan keempat memutuskan untuk memerkosa Celsi secara bersamaan. Celsi dibiarkan dalam posisi menungging, lalu kedua pria itu berlutut di depan dan di belakang tubuh Celsi. Pria yang di belakang merenggangkan bongkahan pantat Celsi untuk mencapai anusnya, lalu menusuk-nusuk lubang itu dengan jarinya. Setelah beberapa lama, pria itu lalu menancapkan penisnya ke lubang dubur Celsi, lalu memompanya dengan brutal. Pria yang di depan lalu membuka plester pada mulut Celsi. Spontan Celsi pun berteriak kesakitan karena penis berukuran besar yang sedang menyerang lubang pantatnya. Mulut Celsi yang terbuka lebar itu langsung dimasuki oleh kepala penis pria yang berada di depannya, yang memaksa Celsi untuk mengulum penisnya. Lubang pantat dan mulut Celsi diperkosa secara bersamaan selama beberapa menit, hingga akhirnya kedua pria tersebut melepaskan penisnya dari lubang pantat dan mulut Celsi. Darah mengalir dari lubang pantat Celsi yang lecet-lecet karena bergesekkan dengan penis pemerkosanya, sementara penis pemerkosanya berlumuran darah dan kotoran tubuh Celsi. Kedua pria itu kemudian bertukar tempat. Pria yang habis memperkosa anus Celsi menyodorkan penisnya ke depan wajah Celsi dan menyuruhnya untuk mengulumnya. Celsi pun enggan memasukan penis yang berlumuran darah dan kotorannya sendiri itu ke dalam mulutnya, namun karena diancam ia pun mengulum penis itu dengan penuh rasa jijik. Sementara itu, lubang pantatnya kembali diperkosa oleh pria yang tadi dioral oleh Celsi. Beberapa lama kemudian, kedua pria itu berejakulasi bersamaan di dalam mulut dan anus Celsi.
Dua puluh tiga pria telah memperkosa Celsi pada malam naas itu. Semua bagian tubuh Celsi yang bisa dibilang hampir sempurna itu telah dipakai untuk memuaskan nafsu pria-pria bejat tersebut. Mulai dari vaginanya yang kini bengkak dan bentuknya tidak karuan, lubang pantatnya yang terus-menerus mengeluarkan darah, mulutnya yang mungil, tangannya yang lembut yang dipaksa untuk mengocok penis pria-pria itu, bahkan celah di antara ketiaknya pun juga diperkosa. Lima pria yang terakhir bahkan memperkosa tubuh Celsi yang sudah tak berdaya itu secara bersamaan: seorang memperkosa vagina Celsi dari bawah, seorang temannya menyodomi dubur Celsi dari atas, seorang lagi memaksa Celsi untuk mengulum penisnya, sementara dua orang lagi memaksa Celsi untuk mengocok penis mereka dengan kedua tangannya. Berkali-kali juga Celsi pingsan karena kesakitan dan kelelahan, namun ia diguyur dengan air dingin dan ditampari supaya bangun kembali.
Setiap kali seorang pria (atau lebih) sedang mendapat giliran untuk memperkosa Celsi, pria-pria lainnya mengocok penis mereka sambil menonton tayangan gratis itu. Sperma-sperma yang keluar dari penis mereka kemudian dikumpulkan dalam dua buah baskom kecil. Setelah sperma dari kira-kira dua puluh pria telah terkumpul di kedua baskom itu, mereka membenamkan wajah Celsi ke baskom pertama. Wajah Celsi pun berlumuran sperma, yang kemudian mengalir ke leher dan ke celah di antara kedua payudaranya. Mereka memaksa Celsi untuk menjilati sisa-sisa sperma di baskom pertama itu sampai bersih. Sperma dalam baskom kedua kemudian disiramkan ke atas kepala Celsi, kemudian ke seluruh tubuhnya. Celsi dipaksa untuk meratakan sperma itu ke seluruh tubuhnya, hingga kini seluruh tubuhnya tertutupi oleh sperma. Bahkan mereka memaksa Celsi untuk mengeramasi rambutnya dengan sperma itu, yang tentu saja membuat Celsi jijik melakukannya. Kemudian ia disuruh untuk menjilati sperma itu dari tubuhnya sendiri. Sisa sperma pada tubuhnya kemudian dijilati oleh pria-pria lain, terutama sperma pada bagian payudara dan vaginanya.
Tiba-tiba, datanglah sekelompok ibu-ibu, termasuk di antaranya istri sang pemuka adat. Mereka menyadari bahwa suami-suami mereka hilang secara bersamaan, dan mereka yakin pasti suami-suaminya sedang menikmati tubuh Celsi. Para wanita paruh baya itu menghentikan pria-pria yang sedang asyik memperkosa tubuh Celsi. Mereka menyuruh para pria itu untuk kembali menggantungkan tubuh Celsi di tiang tempat ia digantungkan sebelumnya. Dalam hati, Celsi merasa bersyukur karena ada yang menyudahi penderitaannya itu. Ternyata dugaan Celsi salah: penderitaannya belum berakhir. Para ibu itu marah dan menyalahkan Celsi karena datang ke desa itu sehingga menggoda suami-suami mereka. Lalu mereka mengambil beberapa batang rotan dari pohon rotan yang tumbuh di dekat situ, lalu menggunakan rotan itu untuk memukuli tubuh Celsi. Pukulan dari rotan tipis itu lebih menyakitkan daripada cambukan-cambukan yang ia terima sebelumnya, sehingga menimbulkan lecet-lecet di sekujur tubuhnya. Beberapa luka di tubuhnya bahkan mengeluarkan darah dalam jumlah yang lumayan banyak. Bagian-bagian sensitif seperti vagina dan payudaranya pun tidak luput dari pukulan rotan ibu-ibu yang marah besar itu. Setelah melampiaskan amarah mereka, ibu-ibu itu pun berhenti memukuli tubuh Celsi, lalu mengancam suami-suami mereka agar tidak melepaskan Celsi dari ikatan di tiang itu.
Tujuh orang pria yang belum sempat mendapat giliran memperkosa Celsi menyelinap keluar untuk menikmati tubuh Celsi tanpa melepaskannya dari tiang itu. Mereka meremas-remas payudara dan pantat Celsi secara bergantian, tanpa peduli betapa kesakitannya tubuh Celsi yang penuh luka itu. Mereka juga menohok-nohok vagina Celsi dengan berbagai benda, mulai dari kepalan tangan mereka, ujung botol beling, hingga patahan cabang pohon. Seorang di antara mereka bahkan menyodok-nyodok vagina Celsi dengan linggis hingga vaginanya berdarah-darah. Celsi sudah tidak mampu lagi berteriak, hanya rintihan-rintihan lirih yang keluar dari mulutnya saat tubuhnya disiksa habis-habisan. Terakhir, ketujuh pria itu menggunakan ikat pinggang mereka untuk mencambuki tubuh Celsi, hingga akhirnya Celsi pingsan karena rasa sakit yang luar biasa.
Paginya, wanita-wanita di desa itu menuntut kepada sang pemuka adat untuk mengenyahkan Celsi dari desa itu. Setelah berunding, mereka pun melepaskan tubuh Celsi dari ikatan di tiang lampu itu. Celsi langsung jatuh tersungkur ke tanah. Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuatnya terlalu lemas untuk bangkit berdiri. Mereka pun menyeret tubuh malang itu ke tengah hutan, lalu memutuskan untuk meninggalkannya di sana. Untuk memastikan agar Celsi tidak berjalan ke desa lain dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya, mereka sepakat untuk menyiksa Celsi hingga tidak sadarkan diri. Mereka mematahkan cabang-cabang pohon dari pohon-pohon besar di hutan itu, lalu menggunakannya untuk memukuli tubuh Celsi. Hampir seluruh tubuh Celsi memar-memar dan berdarah akibat dipukuli dengan cabang pohon itu. Bahkan mereka juga menancapkan cabang pohon sepanjang kira-kira 25 cm ke dalam vagina dan anus Celsi. Kini tubuh Celsi pun tergeletak tak berdaya di tengah hutan itu, berlumuran darah, tanpa mengeluarkan suara apapun dari mulutnya. Dalam keadaan seperti itu pun tubuh Celsi tetap telihat menggairahkan. Seorang dari mereka memeriksa denyut nadinya untuk memastikan Celsi masih hidup. Bahkan beberapa dari mereka bersama-sama mengencingi tubuh Celsi yang sekarat itu. Mereka lalu menendang tubuh Celsi ke dalam sebuah lubang yang ukurannya kurang lebih seukuran tubuh Celsi, lalu meninggalkan Celsi yang malang di tempat itu.
Hingga sekarang, teman-teman dan keluarga Celsi tidak tahu apa yang terjadi pada Celsi saat liburan itu. Mereka juga tidak tahu apakah gadis kesayangan mereka itu masih hidup atau tidak. Mereka menganggap bahwa ia hanyut terbawa ombak saat pergi berselancar dengan teman-temannya.